Kerajaan Mataram Kuno | Kerajaan Mataram Kuno atau yang sering disebut dengan Kerajaan Medang meruapakan salah satu kerajaan besar yang terletak di pulau Jawa. Kerajaan Mataram Kuno merupakan kerajaan yang banyak meninggalakan peninggalan sejarah, salah satu peninggalan sejarah yang fenomenal adalah Candi Borobudur.
A-Z Sejarah pada kesempatan kali ini akan mencoba menghadirkan penjelasan singkat tentang Kerajaan Mataram Kuno. Yuk baca!!!
|
Sejarah Singkat Kerajaan Mataram Kuno: Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi, & Budaya |
A. Aspek Kehidupan Politik
Samapai pertengahan abad ke-8, Jawa Tengah berada dalam pengaruh Kerajaan Sriwijaya. Kendali atas Jawa Tengah berada di tangan keluarga Melayu penganut Buddha yang berasal dari keluarga Syailendra. Hal ini dapat diketahui dari Prasasti Kalasan yang dipahat pada tahun 778 M. Prasasti Kalasan memberitahukan bahwa penguasa lokal yang telah membangun Candi Tara adalah Sang Ratu I Hulu. Menurut generasi Dinasti Sanjaya yang terdapat dalam prasati Balitung, dia dinamakan Panangkaran yang merupakan seroang anak lelaki Sanjaya. Kendali Sriwijaya atas Jawa Tengah ini pada tahap selanjutnya memucnulkan dua dinasti atau wangsa, yaitu Dinasti Syailendra yang menganut agama Buddha dan Dinasti Sanjaya yang menganut agama Hindu Syiwa.
Berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan dapat disimpulkan bahwa kekuasaan Dinasti Sanjaya berada di Jawa Tengah bagian utara dan kekuasaan Dinasti Syailendra berada di Jawa Tengah Selatan.
1. Dinasti Sanjaya
Dalam Prasasti Mantyasih yang dibuat pada masa pemerintahan Raja Balitung, dapat diketahui raja-raja keturunan Sanjaya yang memeirntah di Jawa Tengah bagian utara. Raja-raja itu adalah sebagai berikut.
- Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya
- Sri Maharaja Rakai Pangkaran
- Rakai Garung
- Sri Maharaja Rakai Pikatan
- Sri Maharaja Rakai Kayu Wangi
- Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung
2. Dinasti Syailendra
Para raja keturunan Syailendra yang memerintah di Jawa Tengah bagian selatan, antara lain Raja Bhanu, Raja Wisnu (Sri Dharmatungga), Raja Indra (Sri Sanggramandananjaya), Raja Samarungga, Raja Balaputradewa, dan Ratu Pramodhawardani. Raja-raja itu berkuasa selama satu abad (750-850 M). Pada masa pemerintahan Rakai Pikatan (Wangsa Sanjaya), Mataram Kuno disatukan kembali saat Rakai Pikatan memperisitri Pramodhawardhani, Putri Samaratungga.
Sesungguhnya Raja Samaratungga mempunyai dua orang putra dari istri berlainan. Putra tertua bernama Pramodhawardhani dinikahkan dengan Rakai Pikatan. Sedangkan putra keduanya adalah Balaputradewa hasil pernikahan Raja Samaratungga dengan Putri Tara dari Sriwijaya.
Setelah Raja Samaratungga wafat, terjadilah perebutan kekuasaan antara Pramodhawardhani yang dibantu Rakai Pikatan dan Balapautradewa. Pada tahun 856 M, Rakai Pikatan berhasil mengusir Balaputradewa yang melarikan diri ke Sriwijaya. Kepergian Balaputradewa dan pasukannya mengakhiri kekuasaan Sriwijaya atas Jawa Tengah. Setalah Balaputradewa pergi, Pramodhawardhani berkuasa di Mataram Kuno (Buddha). Pramodhawardhani ketika naik takhta bergelar Sri Kahulunan. Pada masa pemerintahannya, banyak bangunan bersifat Buddha yang didirikan, misalnya Candi Plaosan.
B. Aspek Kehidupan Sosila dan Ekonomi
Pusat Kerajaan Mataram Kuno terletak di Lembah Sungai Progo, meliputi dataran Magelang, Muntilan, Sleman, dan Yogyakarta. Daerah itu amat subur sehingga rakyat menggantungkan kehidupannya pada hasil pertanian. Usaha untuk mengembangka dan meningkatkan hasil pertanian telah dilakukan sejak masa pemerintahan Kayu Wangi. Usaha perdagangan juga mulai mendapat perhatiak ketika Raja Balitung berkuasa. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam Prasasti Purworejo (900 M) dan dari Prasasti Wonogiri (903 M).
Bersumber dari Prasasti Canggal, Sanjaya menerapkan penarikan pajak dan pembagian kekayaan sebagai dsar bagi sistem ekonomi politik dari pemerintahan kerajaan-kerajaan Jawa Kuno. Prasasti Canggal juga menyebutkan sifat agraris dari Kerajaan Mataram Kuno yang dipimpin Sanjaya, yang dinamakan sebagai Rajya dan terdiri atas beberapa komunitas (desa) yang dihubungkan dengan jalan-jalan kerajaan (Rajapathi).
Meskipun dalam praktik keagamaannya terdiri atas agama Hindu dan agama Buddha, rakyat Kerajaan Mataram Kuno tetap hidup rukun dan saling bertoleransi. Sikap tersebut dibuktikan ketika mereka bergotong-royong dalam membangun Candi Borobudur.
C. Aspek Budaya
Bumi Mataram diperintah oleh Dinasti Sanjaya dan Syailendra. Dinasti Sanajaya beragama Hindu dengan pusat kekuasaanya di utara. Hasil budayannya berupa candi-candi, seperti Gedong Sanga, dan Kompleks Candi Dieng. Sebaliknya, Dinasti Sailendra beragama Buddha dengan pusat kekuasaannya di daerah selatan. Hasil budayannya, seperti Candi Borobudur, Menudt, dan Pawon.
Semula terjai perebutan kekuasaan, namun kemudian terjalin persatuan ketika terjadi perkawinan antara Pikatan (Sriwijaya) beragama Hindu dengan Pramodhawardhani (Sailendra) beragama Buddha. Sejak itu agama Hindu dan Buddha hidup berdampingan secara damai. Hal ini menunjukkan betapa besar jiwa toleransi bangsa Indonesia. Toleransi ini merupakan salah satu sifat kepribadian bangsa Indonesia yang wajib kita lestarikan agar terciptanya kedamaian, ketentraman, dan kesejahteraan.
Demikian sejarah Kerajaan Mataram Kuno, semoga bisa bermanfaat. Ayo baca dan pelajari sejarah bangsa kita agar kita lebih mengenal jati diri bangsa. Jangan lupa tinggalkan kritik dan saran melalui kolom komen di bawah jika didapati kesalahan dalam penyampaian informasi di atas. Terima kasih...