Kerajan Mataram Islam ~ Mataram Islam merupakan kerajaan atau kesultanan yang berdiri pada abad ke-17 di tanah Jawa. Mataram Islam merupakan kelanjutan dari Kerajaan Demak yang dipindakan ke daerah Pajang kemudian dari Pajang dipindahkan lagi oleh Sutawijaya ke Mataram. Nah bagi yang belum tahu tentang sejarah Kerajaan Mataram Islam, berikut adalah penjelasannya yang mencakup kehidupan politik, sosial-ekonomi, dan budaya. Semoga bermanfaat! |
AZ Sejarah
|
az-sejarah.blogspot.com | Sejarah Kerajaan / Kesultanan Mataram Islam |
1. Kehidupan Politik
Pendiri Kerajaan Mataram Islam adalah Sutawijaya yang kemudian mendapat gelar Panembahan Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama (Panembahan Senapati). Mataram Islam dipimpin oleh Panembahan Senapati mulai tahun 1586. Terjadi banyak pemberontakan di pantai utara Jawa ketika Penambahan Senapati berkuasa. Meski mengalami kesulitan, Panembahan Senapati terus berusaha menaklukkan bupati yang menentangnya. Pada tahun 1595, Cirebon dan Galuh di Jawa Barat dikalahkan oleh Mataram Islam. Pada akhir masa pemerintahan Panembahan Senapati, Mataram Islam telah berhasil meletakkan tanah kekuasaannya dari Galuh (Jawa Barat) ke Pasuruan di Jawa Timur.
Panembahan Senapati digantikan oleh putranya, Mas Jolang, yang kemduain bergelar Panembahan Seda Ing Krapyak pada tahun 1601-1613. Di bawah kepemimpinannya, terdapat pembangunan Kota Gede dan Panalaya, serta Pemakaman Kota Gede. Saat berkuasa, Mas Jolang juga harus menghadapi berbagai pemberontakan. Walaupun, tidak semua pemberontak berhasil dipadamkan.
Setelah wafat, kepemimpinan Mataram Islam dilimpahkan kepada anak Mas Jolang, Mas Rangsang, yang bergelar Sultan Agung Senapati Ing Alaga Ngabdurahman Kalifatullah atau lebih dikenla dengan gelar Sultan Agung. Pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645), Mataram Islam mencapai puncak kejayaannya. Sultan Agung adalah raja pertama Mataram Islam yang berani menggunakan gelar sultan. Ini sebagai simbol keberanian dan kebesaran jiwanya dalam menghadapi segala rintangan untuk melanjutkan cita-cita pendahulunya. Pada masa Sultan Agung, pembangunan kompleks raja-raja Mataram Islam yang kemudian bernama Imogiri selesai pada 1632.
Sultan Agung berusaha untuk mempersatukan Jawa di bawah kendalinya. Di kepemimpinannya, Mataram Islam juga masih harus mengahadapi masalah-masalah seperti tidak tinduknya bupati darah pesisir kepadanya. Mereka adalah Bupati Pati, Lasem, Tubah, Surabaya, Madura, Blora, Madiun, dan Bojonegoro. Selain itu, Kerajaan Cirebon dan Banten juga tidak mau tunduk kepada Mataram Islam. Untuk mengatasi halangan tersebut, Sultan Agung menyiapkan sejumlah besar pasukan, persenjataan, dan armada angkatan laut serta pembinaan fisik dan mental. Mulai tahun 1615, Sultan Agung menyerang daerah pesisir. Satu per satu daerah seperti Semarang, Jepara, Demak, Lasem, Tuban, dan Madura bisa ditundukkan oleh Sultan Agung, namun Surabaya belum ditundukkan. Pada 1625, Surabaya akhirnya berhasil ditundukkan oleh pasukan Mataram Islam.
Setelah Surabaya berhasil ditaklukkan, Sultan Agung menjadi raja seluruh Jawa, kecuali Banten, Batavia, Cirebon, dan Blambangan. Sultan Agung berusaha merebut Batavia dari tangan Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) pada tahun 1628 dan 1629. Namun, usahanya gagal karena kapal pengangkut beras tenggelam oleh VOC dan gudang beras Mataram dibakar oleh mata-mata VOC. Pada tahun 1645, Sultan Agung meninggal dan posisinya digantikan oleh Amangkurat I (putranya) yang memerintah dari tahun 1646-1677. Berbeda dengan ayahnya, Amangkurat I bekerja sama dengan VOC sehingga VOC diizinkan untuk mendirikan benteng di Mataram dan ikut campur dalam pemerintahan kerajaan. Kebijakan Amangkurat I menghasilkan sebuah pemberontakan yang dilakukan oleh Trunajaya karena VOC melakukan pelanggaran. Namun, pemberontakan tersebut berhasil dipadamkan oleh VOC. Amangkurat meninggal karena luka-luka selama pemberontakan Trunajaya.
Posisi Amangkurat I digantikan oleh putranya, Adipati Anom yang bergelar Amangkurat II (1677-1703). Amangkurat II menjadi raja di Mataram atas restu dan bantuan VOC yang merupakan sekutunya. Pada tanggal 2 Januari 1680, Amangkurat II berhasil membunuh Trunajaya. Pada masa pemerintahan Amangkurat II, terjadi pengalihan pusat pemerintahan dari Yogyakarta ke Surakarta. Selain itu, ada juga pemberontakan Untung Surapati kepada VOC. Untung Surapati berhasil membunuh Kapten Tack di Kartasura.
Setelah kematian Amangkuarat II, Mataram dipimpin oleh Amangkurat III, yang memerintah dari 1703-1705. Masa pemerintahannya tidak lama karena banyak pangeran menganggap Amangkurat III tidak berhak menduduki tahta Kerajaan Mataram. Selanjutnya, Matram dipimpin oleh Paku Buwana I (1705-1719) atas restu dan bantuan VOC. Daerah Mataram saat itu lebih sempit karena diambil alih oleh VOC. Setelah kematian, Paku Buwana I digantikan oleh Amangkurat IV (1719-1725) dan Paku Buwana II (1725-1749). Setelah masa pemerintahan Paku Buwana II, Kerajaan Mataram Islam terbelah menjadi wilayah kerajaan berdasarkan Perjanjian Gayanti (1755). Kedua daerah tersebut adalah Kesultanan Yogyakarta (Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat) yang dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwana I dan Kasunanan Surakarta (Kasir Surakarta Hadiningrat) yang dipimpin oleh Sunan Paku Buwana III. Kerajaan Islam Kipran Mataram di nusantara sudah berakhir.
2. Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Karena letaknya di pedalaman Jawa, kehidupan ekonomi Kerajaan Mataram Islam didasarkan pada sektor pertanian. Basis pertaniannya terletak di Jawa Tengah dengan komoditas utamanya adalah padi. Pada abad ke-17, Mataram merupakan eksportir beras terbesar di nusantara. Selain itu, Mataram juga menguasai bidang perdagangan dengan komoditas utamanya beras dan palawija. Ciri kehidupan Kerajaan Mataram adalah sistem feodal yang berbasis pada sistem agraria. Pejabat dan bangsawan istana mendapat ganjaran berupa real estat sebagai sumber ekonomi. Selanjutnya, tanah lungguh diolah oleh penghuni yang memberikan sebagian hasil pertaniannya kepada penguasa sebagai gantinya. Ikatan antara bangsawan dan rakyat disebut sistem patron-klien.
3. Kehidupan Budaya
Berbeda dengan kerajaan Islam maritim lainnya, Kerajaan Mataram Islam lebih agraris daripada feodal. Raja adalah pemilik seluruh kerajaan dan semua isinya. Sulta juga bertindak sebagai pengatur kehidupan beragama Islam bagi masyarakatnya. Kehidupan budaya Sultan Mataram pada masa Mataram berkembang pesat di bidang seni sastra, bangunan, lukisan, dan ukiran. Pada masa pemerintahan Sultan Agung mengubah perhitungan tahun Hindu Jawa (Saka) menjadi tahun Islam (Hijriah). Perhitungan tahun salm didasarkan pada peredaran bulan dan dimulai pada tahun 1633. Selain itu, Sultan Agung juga menggubah sebuah karya sastra terkenal yang disebut Sastra Gending dan menyusun sebuah undang-undang baru yang merupakan kombinasi antara hukum Islam dengan orang Jawa. hukum adat yang disebut Hukum Surya Alam.
Demikianlan penjelasan megnenai Sejarah Kerajaan Demak, semoga bisa bermanfaat untuk yang membaca. Apabila ada pertanyaan berkiatan dengan penjelasan di atas, silahkan tulis aja melalui kolom komentar di bawah ini. Terima kasih.